Ketua Lembaga INPEST, Ganda Mora
PEKANBARU, CerminSatu - Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) menyoroti penanganan kasus dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) senilai Rp551 miliar yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau yang dinilai lamban dan terkesan diulur-ulur.
“Kasus ini sudah lima bulan naik ke tahap penyidikan, tapi baru Dirut yang ditahan. Sementara oknum lain, seperti Z, masih bebas tanpa upaya paksa maupun status DPO. Kami mempertanyakan keseriusan Kejati Riau dalam mengusut tuntas kasus ini,” Sampaikan Ganda Mora di Pekanbaru. Rabu, (22/10/2025).
Ganda menyinggung bahwa peran oknum pengacara berinisial Z, yang disebut-sebut merupakan pihak penting dalam penanganan kasus ini.
“Berdasarkan dokumen dan kwitansi resmi dari bendahara PT SPRH, Z diduga menerima dana sebesar Rp46 miliar untuk membeli kebun kelapa sawit dalam rangka rencana bisnis perusahaan. Namun, hingga kini, penggunaan dana Rp46 miliar itu tak jelas arah dan peruntukannya. Lebih ironis lagi, meski sudah tiga kali dipanggil oleh penyidik Kejati Riau, Z tidak pernah hadir dan belum juga dikenai upaya paksa,” sambungnya.
Saat ini, Kami (INPEST_red) selaku pelapor mempertanyakan lambannya proses pemeriksaan terhadap mantan Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong, yang disebut ikut menandatangani sejumlah pencairan dana PI tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Afrizal Sintong baru sekali dipanggil. Padahal, ia punya kewenangan besar dalam kebijakan penggunaan dana PI. Masyarakat wajar curiga bila Kejati tampak ragu untuk melangkah lebih jauh,” ucapnya.
Menurut Ganda Mora, kasus ini seharusnya menjadi “role model” bagi Kejati Riau untuk membuktikan komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu.
“Publik sedang menunggu bukti bahwa hukum benar-benar tajam ke atas, bukan hanya ke bawah. Jika Kejati Riau berani, kasus ini akan menjadi momentum besar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dana Participating Interest (PI) merupakan hasil kerja sama pengelolaan Blok Rokan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang semestinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Rokan Hilir. Namun, dalam perjalanannya, dana jumbo sebesar Rp551 miliar itu justru diduga diselewengkan dan tidak tepat sasaran. ***






